“Beri
aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia!” demikian kalimat dari
Bung Karno yang sudah sangat akrab di telinga kita. Kalimat yang begitu
memotivasi tidak hanya kepada para pemuda Indonesia, tapi seluruh elemen
rakyat Indonesia. Tidak hanya pada zamannya, tapi sampai saat ini
kalimat ini masih menggema. Bung Karno adalah tokoh proklamator yang
sangat inspiratif bagi sebagian besar pemuda di Indonesia. Lalu
bagaimana dengan tokoh proklamator lainnya yaitu Bung Hatta. Bagaimana
pandangannya tentang pemuda?
Pada
suatu kesempatan dalam pembukaan Rapat Besar di Lapangan Ikada, Jakarta
tanggal 11 September 1944, Bung Hatta berkata “Saya percaya akan
kebulatan hati pemuda Indonesia, yang percaya akan kesanggupannya
berjuang dan menderita”. Kalimat yang mempunyai kualitas motivasi yang
tinggi dan bermakna yang dalam sama seperti kalimat yang diucapkan oleh
Bung Karno diatas. Namun memang kalimat Bung Hatta ini belum begitu
dipopulerkan di Indonesia. Rasanya sangat menarik dan perlu kita kaji
dari pernyataan Bung Hatta mengenai pemuda diatas. Hal tersebut
dipandang bisa melengkapi dan menguatkan kalimat motivasi dari Bung
Karno yang sudah sangat populer mengenai pemuda tersebut.
“Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia!”
Ada
tiga kata kunci dalam kalimat Bung Hatta diatas, yaitu pertama adalah
kebulatan hati, kedua adalah kesanggupan berjuang, dan ketiga adalah
kesanggupan menderita. Konteks dari tulisan ini adalah ingin
merefleksikan apa yang pernah diucapkan oleh Bung Hatta mengenai pemuda
tersebut pada masa sekarang.
Kata
kunci pertama adalah kebulatan hati dimana dalam pandangan Bung Hatta
pada zaman kolonial dahulu, para pemuda Indonesia sudah tertanam
kebulatan hati untuk berjuang merebut kemerdekaan Indonesia semenjak
usia sekolah. Kebulatan hati tersebut diwujudkan dengan lahirnya
organisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong
Ambon, Indonesia Muda, dan lain-lain itu semua dilahirkan dari ruangan
kelas menengah. Kesadaran akan penindasan zaman kolonial membuat para
pemuda membulatkan hati untuk bergerak dan bersatu merebut kemerdekaan.
Mereka bisa membuktikan kebulatan hati mereka dengan berjasa dalam
menentukan tanggal kemerdekaan Negara Indonesia pada 17 Agustus 1945. Oleh
karena itu Bung Hatta percaya jika para pemuda Indonesia mempuyai
kebulatan hati secara terus menerus, dari zaman ke zaman, maka Indonesia
akan menjadi bangsa yang besar dan disegani di dunia. Modal utama
kemerdekaan adalah kebulatan hati dari para pemuda, begitu juga dalam
mempertahankan kemerdekaan, para pemuda harus tetap mempunyai kebulatan
hati.
Lalu
bagaimana pada saat ini. Akankah kebulatan hati masih tertanam di dalam
dada setiap pemuda di Indonesia? Berbagai permasalahan pemuda pada
tingkat sekolah menengah sepertinya pertanyaan ini hanya akan menjadi
sebuah pertanyaan yang akan membuat kita ragu menjawabnya. Berapa banyak
sekarang para siswa sekolah yang peduli dengan permasalahan negaranya.
Kemajuan teknologi bukan justru dimanfaatkan oleh para siswa untuk
kemajuan negaranya, namun teknologi justru telah berhasil merubah para
siswa untuk berpaham hedonis dan menjadi apatis. Peran pemerintah juga
patut kita sorot saat ini mengenai sistem pendidikan di Indonesia.
Mengapa kurikulum yang ada saat ini tidak bisa menstimulasi kepedulian
siswa terhadap permasalahan negaranya. Apakah bahaya jika siswa-siswa
kita juga berfikir kritis seperti kakak-kakak mahasiswanya? Kurikulum
pendidikan pada tingkat sekolah harus ditambah orientasinya, tidak hanya
berorientasi pada kecerdasan intelektual namun juga pada kecerdasan
sosial.
Kata
kunci kedua adalah kesanggupan berjuang, dimana dalam setiap kesempatan
pidatonya Bung Hatta selalu menganjurkan agar para pemuda selalu
berjuang dalam wujud untuk rajin belajar dan membaca, Hal ini beliau
yang contohkan sendiri, dimana memang membaca adalah merupakan
kegemarannya. Di dalam perpustakaan pribadinya, Bung Hatta mempunyai
puluhan ribu buku yang tersusun rapih. Bung Hatta menekankan bahwa
membaca adalah salah satu alat berjuang untuk mendapatkan ilmu. Dimana
ilmu adalah menjadi bagian yang penting dalam membentuk kecerdasan dalam
suatu bangsa. Para pemuda yang kelak akan menggantikan posisi generasi
tua, harus mempunyai modal ilmu yang mumpuni sebagai salah satu kekuatan
dalam memajukan bangsanya.
Kondisi
saat ini jika para pemuda mempunyai semangat juang yang tinggi, ilmu
itu akan secara mudah didapatkan sesuai dengan kemajuan teknologi.
Berbagai macam informasi dapat kita cari melalui internet, buku-buku kini bisa kita dapatkan tanpa kita harus pergi ke toko buku melalui e-book, bahkan kini seorang siswa atau mahasiwa tidak perlu hadir ke dalam kelas melalui sekolah dengan tatap muka secara online.
Akan tetapi yang bisa kita lihat bahwa kemajuan teknologi informasi di
Indonesia kurang mampu dimanfaatkan oleh para pemuda Indonesia. Hanya
sedikit pemuda yang sadar untuk memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi ini demi mendapatkan ilmu. Warung internet yang begitu
menjamur di kota-kota besar, sebagian besar dimanfaatkan untuk bermain games online
yang tidak berguna untuk kemajuan suatu bangsa. Pemerintah harus
mempunyai program yang nyata terhadap pemanfaatan kemajuan teknologi di
dunia dan menjaga agar para pemuda Indonesia tidak salah
memanfaatkannya.
Kata
kunci yang ketiga adalah kesanggupan menderita. Sebagai ahli ekonomi
besar di Indonesia, Bung Hatta telah melahirkan pemikiran Demokrasi
Ekonomi atau yang disebut Hattanomics. Salah satu pilar dari Hattanomics
adalah menumbuhkan perekonomian rakyat yang mandiri. Sebuah bangsa
sebesar apapun dalam membangun perekonomiannya pasti melewati fase
dibawah yaitu penderitaan. Jarang sekali ada Negara yang bisa begitu
saja langsung menikmati kemapanan dan kesejahteraan tanpa melalui fase
tersebut. Dan Bung Hatta sangat menyadari betul bahwa bangsanya saat itu
sedang mengalami penderitaan dan kesusahan dimana-mana. Bung Hatta
sangat percaya bahwa yang bisa menjadi harapan disaat zaman seperti itu
adalah para pemuda. Para pemuda dianggap mempunyai kelebihan daya tahan
yang kuat dan semangat untuk keluar dari zaman itu dibandingkan dengan
generasi tua. Begitu juga dalam membangun kemandirian dalam
perekonomian, Bung Hatta percaya bahwa para pemuda yang punya semangat
untuk tidak bergantung pada Negara lain walaupun sampai mengalami
penderitaan. Oleh karena itu, para pemuda diharapkan dapat melanjutkan
pemikiran Bung Hatta yang dinamakan Hattanomics tersebut.
Lalu
apakah konsep Hattanomics sudah tecapai dengan baik saat ini? Ternyata
apa yang dicita-citakan Bung Hatta mengenai perekonomian Indonesia belum
dapat kita lihat secara nyata pada saat ini. Saat ini pemerintah
menganut sistem ekonomi liberalis kapitalis yang berakibat bahwa Negara
kita ketergantungan terhadap Negara lain. Kebijakan impor pemerintah
yang tidak melindungi para petani dalam negeri adalah salah satu contoh
dari tidak tercapainya konsep Hattanomics. Peran pemuda saat ini pun
masih belum maksimal untuk mewujudkan kemandirian ekonomi. Bahkan para
pemuda turut andil mengubur dalam-dalam konsep Bung Hatta tersebut.
Dapat kita lihat bahwa budaya hedonis telah menjamur di Indonesia. Para
pemuda saat ini lebih bangga menggunakan produk-produk luar negeri
dibandingkan produk-produk dalam negeri. Pemerintah harus terus
mengupayakan secara nyata untuk menanamkan kesadaran agar memakai
produk-produk dalam negeri.
Mari
kita berdoa agar pernyataan Bung Hatta berkata “Saya percaya akan
kebulatan hati pemuda Indonesia, yang percaya akan kesanggupannya
berjuang dan menderita” dapat terwujud pada suatu saat. Cita-cita Bung
Hatta dapat diwujudkan dengan kontribusi para pemuda. Hidup Pemuda!!. klik
0 komentar:
Posting Komentar